Pengertian Politik Nasional
Politik Nasional adalah asas,
haluan, usaha serta kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan,
pengembangan, pemeliharaan dan pengendalian) serta penggunaan secara kekuatan
nasional untuk mencapai tujuan nasional. Dalam melaksanakan politik nasional
maka disusunlah strategi nasional. Misalnya strategi jangka penedek, jangka
menengah dan jangka panjang. Strategi Nasional adalah cara melaksanakan politik
nasional dalam mencapai sasaran-sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik
nasional.
Dasar Pemikiran Penyusunan
Politik Dan Strategi Nasional
Dasar pemikirannya adalah
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sistem manajemen nasional yang
berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional. Landasan pemikiran dalam sistem manajemen nasional ini penting
artinya karena didalamnya terkandung dasar negara, cita-cita nasional dan
konsep strategis bangsa Indonesia.
Penyusunan Politik Dan Strategi
Nasional
Politik dan strategi nasional
yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraan menurut
UUD 1945. Sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat dimana jajaran pemerintah
dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 disebut sebagai “Suprastruktur
Politik”, yaitu MPR, DPR, Presiden, BPK dan MA. Sedangkan badan-badan yang ada
dalam masyarakat disebut sebagai “Infrastruktur Politik”, yang mencakup
pranata-pranata politik yang ada dalam masyarakat, seperti partai politik,
organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest group)
dan kelompok penenkan (pressure group). Antara suprastruktur dan infrastruktur
politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang.
Stratifikasi
Politik Nasional
Berdasarkan
stratifikasi dari politik nasional dalam negara RI, sebagai berikut:
1.
Tingkat Penentu Kebijakan Puncak.
a. Tingkat kebijakan puncak meliputi kebijakan
tertinggi yang lingkupnya menyeluruh secara nasional yang mencakup : penentuan
UUD, penggarisan masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan
tujuan nasional (national goals) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan puncak ini dilakukan oleh MPR dengan hasil rumusannya
dalam berbagai GBHN dengan Ketetapan MPR.
b. Dalam hal-hal dan keadaan tersebut yang
menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum dalam pasal 10 s/d 15 UUD
1945, maka dalam penentu tingkat kebijakan puncak ini termasuk pula
kewenangan Presiden sebagai Kepala Negara. Bentuk hukum dari
kebijakan nasional yang ditentukan oleh Kepala negara itu dapat dikeluarkan
berupa: Dekrit, Peraturan atau Piagam Kepala Negara.
2.
Tingkat Kebijakan Umum.
Tingkat kebijakan umum merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat
kebijakan puncak, yang lingkupnya juga menyeluruh nasional dan berupa
penggarisan mengenai masalah-masalah makro strategis guna mencapai tujuan
nasional dalam situasi dan kondisi tertentu. Hasil-hasilnya dapat berbentuk :
·
Undang-Undang
yang kekuasaan pembuatannya terletak ditangan Presiden dengan persetujuan DPR
(UUD 1945 pasal 5 (1))atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
·
Peraturan
Pemerintah untuk mengatur pelaksanaan Undang-Undang yang wewenang penerbitannya
berada di tangan Presiden (UUD 1945 pasal 5 (2)).
·
Keputusan
atau Instruksi Presiden yang berisi kebijakan-kebijakan penyelenggaraan
pemerintahan yang wewenang pengeluarannya berada di tangan Presiden dalam
rangka pelaksanaan kebijakan nasional dan perundang-undangan yang berlaku (UUD
1945 pasal 4 (1)).
·
Dalam
keadaan tertentu dapat pula dikeluarkan Maklumat Presiden.
3.
Tingkat Penentu Kebijakan Khusus.
Kebijakan khusus merupakan penggarisan terhadap suatu bidang utama (major
area) pemerintah sebagai penjabaran terhadap kebijakan umum guna merumuskan
strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang utama tersebut. Wewenang kebijakan khusus terletak pada Menteri, berdasarkan
dan sesuai dengan kebijakan pada tingkat diatasnya. Hasilnya dirumuskan dalam bentuk Peratuan Menteri atau Instruksi
Menteri dalam bidang pemerintahan yang dipertanggungjawabkan
kepadanya. Dalam keadaan tertentu dapat dikeluarkan pula Surat Edaran
Menteri.
4.
Tingkat Penentu Kebijakan Teknis.
Kebijakan teknis meliputi penggarisan dalam suatu sektor dibidang utama
tersebut diatas dalam bentuk prosedur dan teknis untuk mengimplementasikan
rencana, program dan kegiatan. Wewenang pengeluaran kebijakan teknis terletak
ditangan Pimpinan Eselon Pertama Departemen Pemerintahan dan Pimpinan
Lembaga-Lembaga Non Departemen. Hasil penentuan kebijakan dirumuskan dalam
bentuk Peraturan, Keputusan atau Instruksi Pimpinan Lemabaga Non Departemen
atau Direktorat Jenderal dalam masing-masing sektor atau segi administrasi yang
dipertanggungjawabkan kepadanya. Didalam tata laksana pemerintahan, Sekretaris
Jenderal (Sekjen) sebagai pembantu utama Menteri bertugas untuk mempersiapkan
dan merumuskan kebijakan khusus Menteri dan Pimpinan Rumah Tangga Departemen.
Selain itu Inspektur Jenderal dalam suatu Departemen berkedudukan sebagai
Pembantu Utama Menteri dalam penyelenggaraan pengendalian ke dalam Departemen.
Ia mempunyai wewenang pula untuk mempersiapkan kebijakan khusus Menteri.
5.
Kekuasaan Membuat Aturan Di Daerah.
Kekuasaan membuat aturan di daerah dikenal dua macam:
- Penentuan kebijakan mengenai pelaksanaan
Pemerintahan Pusat di daerah yang wewenang pengeluarannya terletak pada
Gubernur, dalam kedudukannya sebagai Wakil Pemerintahan Pusat Di Daerah
yuridiksinya masing-masing, bagi daerah tingkat I pada Gubernur dan bagi
daerah tingkat II pada Bupati atau Wali Kota. Perumusan hasil kebijakan
tersebut dikeluarkan dalam keputusan dan instruksi Gubernur untuk propinsi
dan instruksi Bupati atau Wali Kota untuk kabupaten atau kota madya.
- Penentuan kebijakan pemerintah daerah
(otonom) yang wewenang pengeluarannya terletak pada Kepala Daerah dengan
persetujuan DPRD. Perumusan hasil kebijakan tersebut diterbitkan sebagai
kebijakan daerah dalam bentuk Peraturan Daerah Tingkat I atau II,
keputusan dan instruksi Kepala Daerah Tingkat I atau II.
Menurut kebijakan yang berlaku sekarang, maka jabatan Gubernur dan Bupati
atau Wali Kota dan Kepala Daerah Tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan
yang disebut Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Kepala Daerah Tingkat II
atau Wali Kota/Kepala Daerah Tingkat II.
Sumber: https://gabriellaaningtyas.wordpress.com/2013/07/15/politik-dan-strategi-nasional/
Sumber: https://gabriellaaningtyas.wordpress.com/2013/07/15/politik-dan-strategi-nasional/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar